Jump to ratings and reviews
Rate this book

Cinta yang Marah

Rate this book
Suatu hari kelak, sebelum salah satu di antara aku dan kau tersangkut maut, pada hari ulang tahun kau, ketika tidak ada pekerjaan kantor yang melarang kau cuti, aku akan mengajak kau menjadi tua renta, kemudian mengajak kau kembali menjadi anak-anak

96 pages, Paperback

First published April 1, 2009

About the author

M. Aan Mansyur

36 books1,080 followers
a father of four

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
88 (18%)
4 stars
203 (41%)
3 stars
176 (36%)
2 stars
19 (3%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 99 reviews
Profile Image for Asmar Shah.
Author 20 books136 followers
January 19, 2018
Bahasanya agak membuai.

Tapi saduran rasanya hanya biasa-biasa saja. Tidak seperti buku-buku beliau yang sebelum-sebelum ini yang aku baca.

Mungkin kalau aku rakyat Indonesia, mungkin ada benda yang akan mengingatkan aku tentang apa-apa yang diselitkan di dalam naskah ini. Malangnya aku bukan dan maka itu aku tidak dapat merasai sepenuhnya.

Buku ini masih bagus. Ya, masih ok~

Peace!
Profile Image for Marina.
2,030 reviews345 followers
June 16, 2017
** Books 207 - 2017 **

Buku ini untuk menyelesaikan Tsundoku Books Challenge 2017

3,7 dari 5 bintang!


Saya jauh terpukau dengan diksi dan makna dari puisi buku ini ketimbang ada New york hari ini. Saya dibuat kembali mengingat fragmen-fragmen tragedi bulan Mei tahun 1998 :')

Thankyou @hematbuku i've got free this books!
Profile Image for Teguh.
Author 10 books313 followers
May 22, 2017
masih suka dengan 'gaya sederhana' Aan Mansyur. Semula saya berprasangka akan membaca puisi-puisi tentang reformasi 98. Tapi porsi politis dalam buku puisi ini tersamarkan oleh gaya bahasa dan melodrama yang menarik. Dan saya akui buku ini (yang terbitan GPU) memiliki konsep yang cukup kuat untuk sebuah buku puisi. Ada potongan berita di Kompas sejak tgl 1-21 Mei 1998. Jadi buku puisi yang tidak main-main.
Profile Image for Nike Andaru.
1,508 reviews101 followers
October 17, 2018
120 - 2018

Ini rasanya menjadi buku kedua setelah Tidak Ada New York hari ini yang saya baca dari Aan Mansyur. Jelas TANYHI adalah favorit banyak orang karena muncul di film Ada Apa Dengan Cinta 2. Tapi nama Aan Mansyur sendiri udah sering banget wara-wiri di timeline Twitter, ya karena puisinya.

Buku ini dijelaskan merupakan respon atas peristiwa reformasi tahun 1998, tentang tumbangnya orde baru. Cinta yang Marah digambarkan dengan warna merah, tegas seperti memang melawan, keberanian, juga luka.
Aku dan Kau adalah tokoh utama dari syair di dalam buku ini. Permainan kata-kata antara pikiran dan perasaan Aku dan Kau.

Ditambah dengan kliping koran peristiwa 1998 membuat ini benar terasa marah, seperti menjadi dokumentasi sejarah yang patut untuk dibaca kembali.
Profile Image for Hestia Istiviani.
958 reviews1,807 followers
May 29, 2017
Baru ku tahu buku puisi ini sudah pernah diterbitkan di tahun 2009. Kemudian diterbitkan kembali di tahub 2017.

Hal yang menarik adalah tata letaknya. Bagi orang awam, tata letaknya seakan tidak harmonis dengan setiap puisi yang ada. Namun, semakin lama, semakin paham mengapa tata letaknya seperti itu. Semakin paham apa maksud dari setiap puisi-puisi tersebut.
Profile Image for sky.
651 reviews80 followers
August 22, 2017
aku jarang baca puisi, tapi semua berubah sejak ada scoop yang baru kupake buat baca puisi aja 🙈🙈😂😂.

waktu pertama kali liat buku ini di toko buku yang sampulnya sudah kebuka dan aku iseng-iseng liat-liat dan ternyata dalemnya banyak potongan koran. karena liatnya sekilas kukira potongan koran itu puisi-puisinya dan sempet bingung "lah ini begimana bacanya dah". dan ternyata memang begitulah kesotoyanku, kalo ga merhatiin bener-bener kan jadi salah terus malu deh 😂😂. isinya ada 21 sajak yang mantap-mantap pokoknya aku suka sih ngehehehe
Profile Image for Awal Hidayat.
195 reviews28 followers
July 17, 2018
Aan Mansyur selalu menyuguhkan puisi dengan khas. Bagaimana label gayanya, ya? Aan-isme, penggunaan diksi puitik, sarat kritik, tetapi tetap romantik. Rasanya belum ada kumpulan puisi gubahan Aan yang tidak saya begitu sukai.

Dalam Cinta yang Marah, kemarahan Aan hadir tidak dengan teriakan lantang yang membabi buta. Ia pelan dan memberikan kehangatan. Meski diselubungi kelam, potret kisah runtuhnya Orde Baru pada dua dekade silam tampak dari sudut pandang berbeda.

Apa yang teringat dalam benak pria kelahiran 1995-saya-dari kejadian itu? Saya bahkan belum genap dua tahun untuk mencerna informasi dari Dunia dalam Berita kala itu. Dalam buku puisinya ini, Aan menyuarakan kegelisahan aktivis tentang ketidakadilan rakyat kelas bawah, diskriminasi etnisitas, pelanggaran hak asasi manusia yang mencuat pada dalam era menyongsong reformasi. Ya, memang, problema itu sejatinya masih terasa hingga kini. Hanya saja, membayangkan masa itu rasanya sungguh benar-benar chaos.

Salah satu bagian favorit dari buku ini, tentu, klipping surat kabar pada awal 1998. Sederet informasi terkait memanasnya kondisi politik, sosial, ekonomi bangsa melengkapi kemarahan puisi Aan. Selamat atas kolaborasinya (kembali) Emte dengan Aan. Still look forward on the next masterpiece of you both!
Profile Image for Aksa.
41 reviews2 followers
January 18, 2018
Mungkin, aku akan sama dengan sebagian orang kebanyakan ketika membaca buku ini. Tak ada cinta yang marah di sini. Hanya kata-kata untuk kekasih. Maka dari yang telah, mesti, dan harus terjadi. Membaca bagian paling awal lagi.

Setelahnya akan kutulis begini.

Lewat puisi kekasih, ini suatu cara paling perih membicarakan tentang negeri. Aku membayangkan nuansa kebatinan yang mengenaskan. Dihujam kerinduan yang hadir karena sebuah kekuasaan.

Sebuah pesta pora kehilangan
yang paling memilukan.
Profile Image for Adhinda Puteri.
69 reviews27 followers
January 21, 2018
pada suatu pagi (mungkin pagi paling tenang pada tahun kematian kau itu) kau menyajikan sejumlah pertanyaan tentang hari minggu sebagai menu sarapan untuk aku sembari memencet-mencet tombol mimpi (meminjam istilah kau untuk remote televisi) dan memindahkan ruang tengah dari satu kota marah ke kota marah lain yang parah mencari kota ramah yang tersisa
*
Saya sempat salah persepsi waktu lihat buku ini di Gramedia. Enggak pernah menyangka bahwa isi buku ini adalah tentang zaman reformasi. Anyway, saya cukup suka sebenarnya, diksi-diksi yang dipakai Mas Aan selalu kaya dan penuh makna. Sangat disayangkan, porsi klipping korannya menurut saya terlalu banyak. Saya lebih memilih porsi klippingnya dikurangi dan porsi puisinya ditambah.
Profile Image for avocatara.
85 reviews8 followers
October 30, 2020
Puisi hanya bagian kecil dari buku ini. Cukup dengan 21 halaman puisi yang sarat akan makna, selebihnya buku ini berisi isu. Membaca buku ini, seolah dibawa menuju kisah percintaan dua orang 'aku' dan 'kamu'. Tapi ternyata bukan seperti itu, ada isu tahun 1998. Isu tersebut tampak sangat jelas dari layout buku yang berisi potongan-potongan berita dari surat kabar.
Profile Image for Aya Canina.
Author 2 books39 followers
January 7, 2018
Waktu tidak ubahnya lubang yang dalam di gigi geraham paling dalam. Sementara kenangan adalah makanan kemarin atau hari-hari sebelumnya yang tertanam di sana membuat masalah: sakit gigi, bau mulut, atau bahkan tumor


buku merah yang penuh marah. potongan-potongan koran yang memuat berita genting sana-sini sedikit banyak memicu suasana puisi yang mencekam. catatan: kalau kau mau baca isinya, kalau tidak, rasanya keberadaannya akan sia-sia.

3 bintang untuk yang satu ini.
Profile Image for Jihan Suweleh.
35 reviews
May 30, 2020
"Aku menutup telinga aku, menutup semua telinga aku, namun masih hingar aku dengar nama kau diteriakkan mikrofon. sejak kapan nama kau berbiak begitu banyak? jadi belukar nama seperti warna bendera partai. kau mati, dimasukkan ke dalam peti, lalu ditanam. tetapi kau malah tumbuh jadi nama-nama." (Cinta yang Marah, hlm. 82)

Masih terasa berbunyi. Puisi-puisi Aan Mansyur selalu mempunyai ciri khas ketika dibaca. Sepertinya aku tak pernah gagal dibikin kagum dan terenyuh sekaligus.

Agak kaget di awal karena penggunaan kata aku dan kau, secara berulang, terasa berjarak menurutku, tapi akhirnya nyaman juga. Aku hanya kurang terbiasa. Agak bingung juga awalnya, karena lebih banyak lembaran korannya daripada lembaran puisinya.

Tetapi, hei, hei, aku membaca judul-judul koran tersebut, dan beberapa kalimat yang mampu terbaca, lalu merasa bahwa apa yang terjadi adalah kemarahan itu sendiri, dan 21 puisi dalam buku ini adalah cinta yang membicarakan kemarahan dengan lembut sekaligus kalut.

Suka 💙
Profile Image for Nisa Rahmah.
Author 3 books104 followers
December 15, 2018
Penulis punya caranya sendiri untuk menangkap dan mengabadikan fenomena berdasarkan sudut pandangnya sendiri.

Aku terbiasa menikmati puisi Aan Mansyur yang kental bernuansa cinta, seperti di Melihat Api Bekerja dan Tidak Ada New York Hari Ini. Di buku ini, puisi yang disuguhkan juga tentang cinta, tapi cinta yang marah. Tentang kematian, kenangan setelah kematian, dan kaitannya dengan kliping koran yang bercerita tentang kondisi Indonesia pada titik pergolakan reformasinya. Susah untuk tidak marah, apalagi puisi bersanding dengan berita, dan kata-kata Aan Mansyur begitu khas dan sangat berciri tentang dirinya.

Aku lupa beli buku ini kapan dan pada momen diskon apa. Yang jelas, aku sedikit menyesal baru membacanya sekarang.

"aku membayangkan sepotong langit akan menyerap air mata kau, sementara air mata aku akan menguap ke langit yang sepotong lagi. sesaat kemudian hujan berjatuhan karena sedih."
Profile Image for An-Nisa Nur'aini.
152 reviews38 followers
February 27, 2018
3.5

Sempat membaca buku ini sekilas di Gramedia Merdeka Bandung awal bulan ini. Hari ini tanpa sengaja membuka laman Medium hurufkecil aka Aan Mansyur dan lagi-lagi tanpa sengaja menemukan Cinta yang Marah full version di blog tersebut.

Keseluruhannya menarik. Mulai dari ide cerita yang melatarbelakangi puisi-puisi yang ditulis, hingga layout dari buku cetakan kedua yang pernah saya baca di toko buku.

Kalau boleh memilih, favorit saya jatuh di puisi ini:
.
3
kelak suatu hari sebelum salah satu di antara aku dan kau tersangkut maut, di hari ulang tahun kau, saat tidak ada pekerjaan kantor yang melarang kau cuti, aku akan mengajak kau menjadi tua renta lalu mengajak kau kembali menjadi anak-anak


aku akan mengajak kau menginap semalam di salah satu panti jompo, tempat orang-orang yang punya anak-anak terlalu sibuk, tempat orang-orang merasa dekat sekali dengan makam, tempat orang-orang susah payah mengingat bagaimana caranya tersenyum. di sana aku dan kau akan membaca sajak-sajak cinta kepada mereka. dengan begitu aku dan kau bisa membayangkan bagaimana kelak kalau aku dan kau sudah tua, bagaimana rasanya berjalan-jalan di tepi jurang maut.

besoknya, aku akan membuat sepasang layang-layang. kemudian akan aku ajak kau ke sebuah padang. jika susah menemukan padang, aku dan kau akan memanjat ke atap gedung yang menyerupai tanah lapang, di mana seseorang sering memarkir pesawatnya. di sana aku dan kau akan bermain layang-layang sepuasnya. mungkin aku dan kau sepasang tubuh dewasa yang tak lagi memiliki jiwa kanak-kanak. siapa tahu layang-layang menerbangkan aku dan kau kembali ke masa kanak-kanak, saat senja masih bening, saat pohon-pohon masih hijau, saat cinta belum terlalu rumit buat dipahami.

.
.
Begitu pula catatan akhir buku ini yang juga menarik hati:

KORAN atau televisi punya kekuatan mencopot kepala dan dada pembaca atau penonton. Agar tidak merasa kehilangan saat kepala dipenggal, dada kita disesaki bermacam-macam perasaan. Sebaliknya, agar tidak merasa kehilangan saat dada dicopot, kepala kita dipenuhi beraneka ragam pikiran. Media massa akhirnya hanya mampu menciptakan dua kelompok besar pengikut: 1) orang-orang berkepala besar, tapi berdada melompong dan 2) orang-orang berdada lapang, tapi berkepala kosong. Mereka yang masih lengkap kepala dan dadanya adalah kelompok minoritas di negara berpenduduk banyak ini.

Untuk itulah peristiwa-peristiwa tak boleh cuma berumah atau berkubur di halaman media cetak atau di kotak media elektronik. Sebelum atau sesudah nampang di media massa, peristiwa-peristiwa itu harus segera dipindahkan ke tempat yang lebih tenang, ke tempat di mana orang-orang bisa menggunakan dada dan kepala mereka sekaligus. Salah satu tempat yang lebih tenang itu bernama puisi.

Lihatlah bagaimana peristiwa reformasi dirayakan media massa! Tahun 1998 (dan hal-hal sebelumnya) seolah terus berjalan sebagai masalah yang tak pernah lelah. Masalah yang subur menghasilkan masalah-masalah baru. Kecenderungan lain media adalah senang menyoroti segelintir nama dan melupakan lebih banyak nama. Kecenderungan itu seolah sebuah usaha yang sengaja dilakukan untuk memanjang-manjangkan persoalan. Hasilnya: kita terpaksa bergantung pada nama-nama yang lahir dan besar di media. Pemilik nama-nama itu sebagian besar adalah orang mati.
...
SERANGKAIAN sajak dalam Cinta yang Marah ini dituliskan sebagai usaha memikirkan dan merasakan masalah-masalah yang disebutkan di atas—yang berangkat dan diramu dari opini-opini di media massa mengenai reformasi. 21 sajak yang pertama kali terbit pada 2009 ini sengaja membuka banyak pintu agar kepala dan dada pembaca bisa berdialog. Rangkaian sajak di atas bisalah disebut sebagai sajak-sajak percakapan antara kepala dan dada.

Sengaja sajak-sajak dalam buku ini memiliki kepala yang panjang, bahkan mungkin terlalu panjang jika mau hanya dianggap sebagai judul sajak. Bukan hanya untuk menggambarkan bagaimana masalah yang disebutkan di atas memanjang, namun juga menginginkan agar kepala kita kembali bisa panjang.

Sengaja pula sajak-sajak itu dengan halus menuturkan kemarahan aku-tanpa-nama kepada kau-yang-sudah-mati agar bisa menyentuh dada pembaca. Bukankah sudah terlalu banyak kemarahan yang betul-betul marah lahir dari sengkarut masalah bangsa ini? Sajak-sajak dalam buku ini ingin membawa kemarahan kepada pembaca melalui merah-cinta, bukan merah-marah!

Begitulah serangkaian sajak di atas berharap bisa membuka segenap pintunya untuk para pembaca. Begitulah sajak-sajak tersebut menyodorkan rumah lain untuk merayakan reformasi yang terus memanjang itu. Kepalanya panjang, dadanya lapang!

Profile Image for Rari Rahmat.
38 reviews6 followers
Read
June 6, 2020
satu hal paling menarik dari Cinta yang Marah adalah tata letak yang memuat kliping koran kompas pada masa reformasi 98 di bulan mei, berwarna hitam-putih dengan padu merah; seperti substansial makna kemarahan, keberanian sekaligus darah dan luka. tetapi proporsi politis dari berita-berita tersebut tidak pekat dalam buku ini. samar. Aan Mansyur merespon tragedi-tragedi itu—misteri orang hilang, demonstrasi mahasiswa dengan aparat yang menyebabkan banyak korban, bentrokan, tindakan anarkis, mahasiswa tewas, mayat-mayat yang terpanggang, pembakaran pusat perbelanjaan dan banyak lainnya—menjadi puisi halus. dalam tokoh Kau dan Aku, Aan banyak mengisahkannya menjadi seseorang yang ditinggal mati kekasihnya, mengenang percintaan masa mudanya, atau dua orang yang mendamba hari tua bersama. dengan kesederhanaan puisi Aan, tokoh Kau dan Aku terasa sangat mellow dan gloomy. membaca Cinta yang Marah, seperti membuka kembali buku dokumentasi sejarah Indonesia.⁣

berikut beberapa penggal puisi yang kusuka:⁣

kalender atau waktu atau apa pun namanya akan menjerumuskan kau jadi renta dan lupa ciuman yang aku dan kau curi di toilet masjid.⁣

kemudian sengaja aku mencium pucuk hidung kau agak lama, bukan mata kau, agar kau bisa melihatnya. namun mata kau tetap saja terpejam. anehnya, mata aku ikut terpejam, mungkin lebih dalam, melihat mata kau, tidak mampu tidak terpejam.⁣

...setiap malam di tempat tidur kau bilang kepada aku: sampai mati, sampai hidup kembali, aku pilih kau.⁣

masih. aku melihat kau masih ada di dalam aku.⁣

jika aku betul-betul menikah dengan lelaki yang tidak mampu membuat aku berhenti mencintai kau, bolehkah aku menuliskan tato, nama kecil kau, di payudara aku? agar pada malam pertama lelaki itu menangis seperti anak-anak...⁣
———menurut kau, apakah akan lahir sebuah fatwa haram mencintai seseorang jika aku dan kau dikuburkan saling berpelukan dalam sebalut kafan?⁣

menurut pengalaman kau selama ini, lebih nikmat mana: bercinta dengan aku pada hari minggu pagi buta atau hari minggu sore rabun? 👅⁣
——— o, kenangan, mata kau cerah dan berair sepanjang tahun.⁣

aku akan mengayuh pedal becak dan kau duduk di depan menyanyikan lagu anak-anak tentang bulan. di pendakian kau akan turun berjalan di samping aku dan mengelap peluh di wajah aku...
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Riska Arlianda.
7 reviews1 follower
January 12, 2021
Sebenarnya aku sudah lama sekali ingin membaca ini, suatu malam seseorang memberikan pernyataan bahwa, "aku seperti mengamini Aan Mansyur aja, Ris" setelah ia bertanya kepadaku, "Kalau ada satu tempat di dunia, kamu mau ajak aku kemana"

pertanyaan mudah yang sulit dijawab

tak lama, ia mengirimkan salah satu sajak Aan,

"KELAK SUATU HARI SEBELUM SALAH SATU
DI ANTARA AKU DAN KAU TERSANGKUT MAUT,
DI HARI ULANG TAHUN KAU, SAAT TIDAK ADA
PEKERJAAN KANTOR YANG MELARANG KAU CUTI,
AKU AKAN MENGAJAK KAU MENJADI TUA RENTA
LALU MENGAJAK KAU KEMBALI
MENJADI ANAK-ANAK

aku akan mengajak kau menginap semalam di salah satu
panti jompo, tempat orang-orang yang punya anak-anak
terlalu sibuk, tempat orang-orang merasa dekat sekali
dengan makam, tempat orang-orang susah payah
mengingat bagaimana caranya tersenyum. di sana aku dan
kau akan membaca sajak-sajak cinta kepada mereka.
dengan begitu kita bisa membayangkan bagaimana kelak
kalau kita sudah tua, bagaimana rasanya berjalan-jalan di
tepi jurang maut

besoknya, aku akan membuat sepasang layang-layang.
kemudian akan aku ajak kau ke sebuah padang. jika aku
susah menemukan padang, aku dan kau akan memanjat
ke atap gedung yang menyerupai tanah lapang, di mana
seseorang sering memarkir pesawatnya. di sana kita akan
bermain layang-layang sepuasnya. mungkin aku dan kau
sepasang tubuh dewasa yang tak lagi memiliki jiwa kanak-
kanak. siapa tahu layang-layang menerbangkan aku dan
kau kembali ke masa kanak-kanak, saat senja masih
bening, saat pohon-pohon masih hijau, saat cinta belum
terlalu rumit buat dipahami."

lalu tak lama aku langsung membaca Cinta Yang Marah ini.. semua fragmennya membuatku terheran-heran, kenapa bisa membuat karya yang indah ini..


November 17, 2021
3,5 dari 5 bintang untuk Cinta yang Marah, buku ke-3 Aan yang saya baca setelah Tidak Ada New York Hari Ini dan Melihat Api Bekerja. Cinta yang Marah terlalu merah, penuh kemarahan yang dibungkus romantisme.

Buku ini adalah karya yang sangat detail, hasil kerjasama sebuah tim dengan kinerja yang baik. Selain puisi-puisi itu sendiri, kliping koran bertema kejadian di Mei 1998 yang dihidangkan benar-benar mencuri perhatian. Saya yang masih berusia balita ketika masa mengerikan itu berlangsung, yang tidak tahu banyak (tetapi sudah sejak lama menaruh perhatian), sangat antusias membaca setiap tajuk yang membuat imajinasi saya berlari ke tahun 1998 tersebut, mencoba mengalami kejadian-kejadian itu melalui diri saya sendiri.

Awalnya, saya kira puisi-puisi di buku ini mengisahkan sepasang kekasih yang saling merindu dan marah karena dipisahkan realita, tapi setelah membaca puisi-puisi selanjutnya, saya menyadari bahwa terlalu kerdil rasanya jika hanya itu interpretasi saya. Puisi-puisi ini, dari yang No.1-21, bisa diterjemahkan ke dalam dimensi yang lebih luas lagi daripada hubungan sepasang sejoli yang mencinta dan diputus cinta. Saya membayangkan bahwa Aku adalah kita dan Kau adalah apa yang terjadi pada tahun 1998 tersebut. Sebagai Aku, banyak ragam emosi yang kita rasakan terkait apa yang dialami Kau, tapi yang paling dominan adalah marah yang merah, dan Aan berhasil menggiring kita ke sana.

Membaca buku ini tidak akan cukup satu kali, sekurang-kurangnya dua/tiga kali agar benar-benar mengerti atau memahami setidaknya setengahnya saja dari apa yang mau Aan sampaikan melalui kemarahannya--ini versi saya, yang perlu mendalami lebih lagi.
Profile Image for Embun.
96 reviews3 followers
May 27, 2020
Untuk kesekian kali, Aan Mansyur berhasil menguatkan hati saya bahwa puisinya bukanlah sembarang puisi. Kejelian dalam memilih diksi serta selalu melihat sesuatu yang disekitarnya sering kali kita abaikan dalam menulis, membuat puisinya begitu mudah untuk dipahami.

Tidak seperti Tidak Ada New York Hari Ini, yang melampirkan beragam fotografi yang aduhai ataupun buku-buku puisi lainnya yang menampilkan ilustastrasi-ilustrasi tentang suasana hati. Cinta yang Marah justru menampilkan kliping-kliping koran tentang peritiwa hari-hari kritis Soeharto menjelang keruntuhannya. Upaya tersebut dilakukan dilakukan dijelaskan oleh Irfan Ramli dalam pengantarnya sebagai bentuk penegasan Aan Mansyur terhadap peristiwa bersejarah yang menimpa Indonesia dua puluh dua tahun silam tersebut.

Dalam upaya tersebut, penegasan Aan terhadap tragedi Mei 1998 justru tidak pernah disinggung oleh pria asal kelahiran Bone tersebut. Isi puisinya hanya menceritakan kehidupan romantisme pasangan yang kemudian ditinggal mati oleh kekasihnya. Hal itu yang membuat bertanya-tanya atau barangkali Aan sengaja melakukan hal tersebut bahwa sebenarnya penegasan reformasi sesungguhnya telah tertutupi oleh kisah manisnya hingga lupa bahwa ada mayat yang menumpuk dalam mengangkat keberhasilan reformasi.

Tapi, entahlah apakah penafsiran abal-abal ini sepaham dengan empunya. Benar atau tidaknya, penulis justru berharap interpretasi para pembaca lainnya juga bermunculan, sehingga puisi tidak ada hanya sekadar sebagai gombalan dalam beradu kasih, namun juga sebagai alat untuk mengangkat intelektual kita.
Profile Image for Merissa K..
55 reviews2 followers
January 16, 2022
"Membuat sebagian orang tertawa dan sebagian lagi kecewa kemudian membuangnya di kotak suara"

"Dulu setiap malam di tempat tidur kau bilang kepada aku : sampai mati, sampai hidup kembali, aku pilih kau."

"Aduh, sungguh malu aku menyebutnya puisi, sebab kata-kata aku belum makan berhari-hari seperti buruh yang dililit hutang kredit sehingga terlalu lemah untuk tumbuh menjadi puisi."

"Menurut kau, apakah akan lahir sebuah fatwa haram mencintai seseorang jika kau dan aku dikuburkan saling berpelukan dalam sebalut kafan?"

M. Aan Mansyur's writing flows, as it always does. Yet, I do not have the context to make the words stick to my heart. He is clever in curating words that has layers and layers to them, I can never peel them all off.

Back in 1998, all the way from Malaysia, I saw headlines in the news about what was going on in Indonesia. In my youth, the severity of it went over my head. So I can tell that the lines in this book goes deep, and I'm sure it will bring a different dimension of emotion to Indonesians who lived through the reformation and revolution at the time. The newspaper cuttings would remind you, even if you've forgotten the details.

For me though, it was like a spectator looking into someone else's life. I appreciate the notion, and it is mighty clever. I wish there are Malaysian writers who are currently curating the same piece of art to denote what is currently happening here. Until then, I will just show my appreciation on this piece of work, and will continue reading other titles from M. Aan Mansyur.
Profile Image for Mawaddah Perabawana.
32 reviews1 follower
March 27, 2023
Cinta tak melulu menciptakan bahagia. Terkadang, sebab cinta aku marah pada kau.

Ada puing-puing hidup yang harus disusun kembali setelah pecah kemarin sore. Aku dan kau dapat terluka dalam proses penyusunan puing-puing tersebut. Darah dapat mengucur, sayatan dapat menggores kulit yang masih kencang. Namun, apa pecahan-pecahan itu memandang mangsanya?

Setiap larik puisi dapat membuatmu melompat, terkadang juga terjatuh. Setiap pilihan kata di dalam puisi dapat membuatmu damai, terkadang juga gemetar. Sampai kapan kaki-kaki berjalan di atas tanah yang gersang? Benarkah sampai tiba kupu-kupu tiba di lembah berkabut?

Selain untaian katanya yang mendayu-dayu di dada, ingatan-ingatan tentang peralihan masa pemerintahan diwakilkan oleh arsip surat kabar yang jelas sibuk memberitakan tumpang tindih kekuasaan. Potret-potret wajah wakil rakyat membuka kembali ingatan yang sudah tertimbun arus jalanan politik yang riuh, entah apa yang diperbincangkan. Benarkah tentang kemasyhuran? Atau hanya bunga rampai tak berputik.
Profile Image for wafa.
29 reviews2 followers
January 30, 2019
Not my cup of tea, but I have to admit this is pretty good.

Saya mempunyai buku yang cetakan terbaru, terbitan GPU.

Puisi dengan format yang (mungkin) sebagian orang Indonesia menganggapnya tidak lazim—tiada kapitalisasi huruf dan tidak dalam bentuk bait. Sekilas membacanya, mungkin akan mengira ini puisi cinta, mengenai kehidupan seseorang dengan orang yang ia cintai. Gaya bahasa yang melodramatis membuat pembaca terserap ke dalamnya, ke dalam rutinitas "aku" dalam puisinya beserta apa yang ia rasakan. Namun, gambar potongan-potongan koran menyadarkan pembaca, bahwa ini lebih dari sekedar puisi cinta. Lebih dari sekedar rutinitas seseorang dengan orang yang ia cintai. Lebih dari apa yang dituliskan. Lebih dari apa yang ia rencanakan bersama cintanya itu.

Puisi nomor 21 menggambarkan judul kumpulan puisi ini: cinta yang marah. Puisi favorit saya di kumpulan puisi ini.
Profile Image for Nur Rokhmani.
254 reviews9 followers
October 29, 2020
Buku kumpulan puisi yang keren dan mengoyak perasaan. Padahal isinya sebenarnya hanya 21 puisi, tapi dengan apiknya buku ini mengaktualisasikan puisi itu dengan potongan-potongan berita dari koran pada tahun '98. Saat kerusuhan terjadi, saat Ibu pertiwi sedang dilanda krisis di berbagai sisi.

Dan benar-benar jadi lebih terasa puisinya. Ditujukan untuk apa dan siapa, juga tentang apa. Mungkin kalau cuma puisinya saja yang di susun layaknya buku pada umumnya, aku bakal bayangin ini adalah puisi cinta (saja), tapi dengan aktualisasi ini aku jadi merasa bahwa cinta dan amarahnya nyata. Kerasa.🥺🥺🥺

Dan potongan-potongan berita itu, jadi media informasi tersendiri. Berasal dari mana cinta yang marah itu.

Puisi ini serupa dialog dua orang kekasih, tapi juga layaknya dialog antara diri dengan dirinya sendiri.
Profile Image for Sri.
897 reviews34 followers
June 8, 2021
Kadang saya lebih pengin membaca semua kliping yang dimasukkan di buku ini. Kadang saya pengin menutup mata. Kliping yang kadang dikasih latar warna merah darah terlalu mengalihkan perhatian saya dari puisi itu sendiri.
Saya pengin tahu, jika saya baca puisi Cinta yang Marah tanpa kumpulan guntingan koran yang terbit di tahun 98: apakah benar kerasa cinta yang marah itu? Saya curiga ini bakal lebih menjadi cinta yang sedih. Tanpa konteks 98, marah kepada siapa?

Di buku ini kembali kerasa ciri khas Aan menyandingkan dua kata, bahkan tiga, yang mirip-mirip bunyinya.
menanggalkan janji - meningggalkan aku
anak-anak kecil yang menggemaskan - orang tua mereka yang mencemaskan
kota marah - parah - ramah

Dan dua kalimat yang kusuka:
o, kenangan, mata kau cerah dan berair sepanjang tahun
kalimat kau patah di situ. lalu jadi gema. cuma gema. gema
Profile Image for Azkiya Banata.
31 reviews1 follower
June 29, 2020
Buku puisi M. Aan Mansyur kedua yang saya baca setelah Tidak Ada New York Hari Ini. Atmosfer yang berbeda saya rasakan di buku ini. Jika di TANYHI terasa betul jelaga menganga akan kerinduan seseorang terhadap cintanya, pada buku ini saya melihat pupusnya harapan 'aku' terhadap 'kau', kehilangan 'kau' yang begitu mengoyak namun dibungkus dengan romansa yang manis sekaligus tragis.

Awalnya saya mengira 'aku' dan 'kau' adalah sepasang kekasih, namun setelah saya pikir-pikir lagi, dengan tema Mei '98 yang menghiasi tiap lembar buku ini, 'aku' dan 'kau' adalah tentang seseorang dan kegelisahannya tentang harapan-harapan yang kandas akan masa depan negara ini.

Menarik, membungkus kritik dalam kesan romantik.
Profile Image for Isma.
43 reviews
April 10, 2022
Nilai lebih buku ini sangat didukung dengan layout yang berisi arsip-arsip peristiwa kejatuhan Soeharto dan mengakhiri masa Orde Baru. Arsip itu kemudian memberikan konteks apa yang disebut Gabo: "[p]enulis yang baik akan menuliskan sesuatu yang melampaui urusan dirinya sendiri dengan memilih suara dan penanda sebuah zaman--sebab penulis akan binasa, sedang kata-kata bisa hidup selamanya." Sekilas mengingatkan saya akan lagu berjudul "Mei" karya Jalan Pulang. Teknik lirisnya hampir sama, memakai kisah sepasang kekasih (personal) untuk menyingkap peristiwa yang lebih besar. Saya cukup menikmati lirisme yang diciptakan Aan di puisi ini, macam larik "Sandal kau yang sempit di kaki aku, sepertu genggaman yang hendak lepas".
Profile Image for Lidia.
91 reviews
June 25, 2022
Di buku ini, puisi-puisi Aan Mansyur jauh berbeda dari buku puisinya yang lain dari segi tema. Membaca puisi ini, sedikit tegang dengan suguhan potongan-potongan berita krisis moneter era orde baru, dan runtuhnya rezim tersebut yang ditandai dengan demo mahasiswa.

Cinta yang Marah, merupakan kumpulan puisi Aan yang mungkin berkisah tentang sepasang kekasih yang marah akan suasana mencekam saat itu, atau curahan kekecewaan penulis sendiri terhadap kebijakan2 pemerintah yang berakibat tingginya kemiskinan, dan banyak korban, serta aktivis2 yang dihilangkan seperti Wiji thukul pada saat itu.

Buku ini sangat menarik menurut saya, selain menambah pengetahuan akan peristiwa orde baru, juga menambah pengalaman membaca akan sajian puisi seperti ini.
Profile Image for Annisa Pratyasto.
46 reviews8 followers
July 21, 2017
Sejauh ini sajak, puisi maupun cerpen Aan Mansyur, bagi saya, selalu memiliki diksi yang sederhana namun ajaib. Apalagi di buku yang dicetak ulang dengan kumpulan kliping peristiwa bersejarah dari Pusat Informasi Kompas, buku ini jadi laik beli (karena sejujurnya saya belum pernah membeli buku puisi - - paling diam-diam menikmatinya di toko buku). Mungkin tak sesuai ekspektasi, saya pikir awalnya buku ini akan memuat lebih banyak sajak-sajak perjuangan dibanding urusan hati. Namun tak mengapa kisah aku dan kamu dibalut dalam setting peristiwa '98 (mari kita asumsikan begitu) tetap memperlihatkan cinta di sisi terbaiknya. Cinta di saat politik sedang hangat-hangat memerah.
Displaying 1 - 30 of 99 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.