Lompat ke isi

Patofisiologi gagal jantung kronik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gagal jantung adalah sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak napas (dispneu) dari mudah lelah (fatigue) yang dihubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang menggangu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi.

Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang yang selamat dari infrak miokard dengan kerusakan otot jantung persisten. Entitas gagal jantung mudah sekali diketahui oleh dokter yang berpengalaman, dapat ditemukan di komunitas masyarakat dan pengobatan yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Walaupun biomelekuler dan fisiologi yang terintergrasi dengan gagal jantung masih belum dapat dipahami, beberapa konsep dan prinsip patofiologi telah berkembang dalam satu dekade terakhir ini. Kunci utama gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai pompa.

Respon-respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi kemudian akan menjadi maladaptif dan menjadi gagal jantung kronis. Respon-respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal maupun otot jantung. Perubahan ini mengakibatkan timbulnya sindrom klinis gagal jantung. Pemahaman bagaimana perubahan ini terjadi menghasilkan pandangan dalam patofisiologi gagal jantung.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;

jantung manusia

Epidemiologi

[sunting | sunting sumber]

Prevalensi gagal jantung kronik diprediksi akan makin meningkat seiring dengan meningkatnya penyakit hipertensi, diabetes melitus dan iskemi terutama pada populasi usia lanjut. Semakin tua dan berhasilnya pengobatan infrak miokard akut suatu populasi maka prevalensi gagal jantung makin meningkat. Peristiwa penyakit gagal jantung makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia harapan hisup penduduk. Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Kasus ini meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 tahun ke atas.

Saat ini diperkirakan 5 juta penduduk Amerika Serikat menderita gagal jantung, dengan 550.000 jumlah kasus baru terdiagnosisi setiap tahunnya. Disamping itu gagal jantung kronis juga menjadi penyebab 330.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 34 miliar USD dibutuhkan setiap tahunnya untuk perawatan medis penderita gagal jantung kronis. Bahkan di Eropa diperkrakan membutuhkan sekitar 1% dari seluruh anggaran belanja kesehatan masyarakat. Prevalensi penyakit ini meningkat sesuai dengan usia berkisar dari <1% pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia antara 50 dan 70 tahun dan 10% pada usia lebih dari 70tahun

Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama, yaitu:

  1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infrak miokard, kontraksi yang tidak terokoordinasi (left bundle branch block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati)).
  2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi)
  3. Kegagalan yang berhubungan dengan katup
  4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikaro)
  5. Kegagalan yang disebabkan anormalitas perikard atau efusi perikard (temponade)
  6. Kelainan kongenital jantung

Karena setiap bentuk penyakit jantung dapat mengarah pada gagal jantung, tidak ada satupun mekanisme kausatif.

Patofisiologi

[sunting | sunting sumber]

Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai pompa, di antaranya sistem adrenergik, renin angiotensin ataupun sitokin. Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler dalam batas normal, menghasilkan pasien asimptomatik. Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan berjalan seiring waktu akan menyebabkan kerusakan ventrikel dengan suatu keadaan remodeling sehingga akan menimbulkan gagal jantung yang simptomatik.

Mekanisme neurohormonal

[sunting | sunting sumber]

Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu model neurohormonal yaitu gagal jantung yang berkembang sebagai hasil ekspresi berlebihan suatu molekul yang secara biologis aktif, yang dapat memberikan efek merusak jantung dan sirkulasi. Pengaturan mekanisme neurohormonal ini dapat bersifat adaptif ataupun maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem dapat memelihara tekanan perfusi arteri selama terjadi penurunan curah jantung. Sistem ini menjadi maladaptif apabila menimbulkan peningkatan hemodinamik melebihi batas ambang normal, menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen, serta memicu timbulnya cedera sel miokard.

Adapun pengaturan neurohormonal sebagai berikut:

Sistem saraf adrenergik

[sunting | sunting sumber]

Pada gagal jantung terjadi penurunan curah jantung. Hal ini akan dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcus aorta, kemudian dihantarkan ke medula melalui nervus IX dan X,yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan vena sistemik. Walaupun NE meningkatkan kontraksi dan mempertahankan tekanan darah, tetapi kebutuhan energi miokard menjadi lebih besar, yang dapat menimbulkan iskemi jika tidak ada penyaluran O2 ke miokard. Dalam jangka pendek aktivasi sistem adrenergik dapat sangat membantu, tetapi kemudian akan terjadi maladaptasi. Pada gagal jantung kronik akan terjadi penurunan konsentrasi norepinefrin jantung, mekanismenya masih belum jelas, mungkin berhubungan dengan "exhaustion phenomenon" yang berasal dari aktivasi sistem adrenergik yang berlangsung lama.

Sistem renin-angiotensin

[sunting | sunting sumber]

Apabila curah jantung menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Beberapa mekanisme seperti hipoperfusi renal, berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin memecah empat asam amino dari angiotensinogen I, dan Angiotensin-converting enzyme akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1 (AT1) dan tipe 2(AT2). Aktivasi reseptor AT1 akan mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin, sementara AT akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.

Angiotensin II mempunyai beberapa aksi penting dalam mempertahankan sirkulasi homeostasis dalam jangka pendek, namun jika terjadi ekspresi lama dan berlebihan akan masuk ke keadaan maladaptif yang dapat menyebabkan fibrosis pada jantung, ginjal dan organ lain. Selain itu, juga akan mengakibatkan peningkatan pelepasan NE dan menstimulasi korteks adrenal zona glomerulosa untuk memproduksi aldosteron. Aldosteron memiliki efek suportif jangka pendek terhadap sirkulasi dengan meningkatkan reabsorbsi natrium. Akan tetapi jika berlangsung relatif lama akan menimbulkan efek berbahaya, yaitu memicu hipertrofi dan fibrosis vaskuler dan miokardium, yang berakibat berkurangnya compliance vaskuler dan meningkatnya kekakuan ventrikel. Di samping itu aldosteron memicu disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan inhibisi uptake norepinefrin yang akan memperberat gagal jantung. Mekanisme aksi aldosteron pada sistem kardiovaskuler tampaknya melibatkan stres oksidatif dengan hasil akhir inflamasi pada jaringan.

Stres oksidatif

[sunting | sunting sumber]

Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar ROS. Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan memengaruhi sirkulasi perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO.

Arginin vasopressin

[sunting | sunting sumber]

Hormon hipofisis posterior ini meningkat pada gagal jantung, efek selulernya terjadi jika berikatan dengan 3 tipe reseptor, yaitu V1a, V1b dan V2. Reseptor V1a akan menyebabkan vasokonstriksi, agregasi platelet dan stimulasi faktor pertumbuhan miokard. V1b akan memodulasi sekresi ACTH, sedangkan V2 akan menimbulkan efek antidiuretik.

Peptida natriuretik

[sunting | sunting sumber]

Terdiri dari Atrial Natriuretic Peptide(ANP), urodilantin, Brain Natriuretic Peptide (BNP), C-type Natriuretic Peptide(CNP) dan Dendroaspis Natriuretic Peptide (DNP). ANP diproduksi terutama di atrium jantung, BNP di ventrikel jantung, keduanya diproduksi sebagai respon terhadap peningkatan tebal jantung. Natriuretic peptide menstimulasi produksi second messenger cGMP melalui ikatannya dengan natriuretic peptide A receptor (NPR-A) yang mengikat ANP dan BNP, dan natriuretic peptide B receptor (NPR-B) yang mengikat CNP. Kedua reseptor ini berikatan juga dengan guanylate cyclase. Aktivasi NPR-A dan NPR-B menghasilkan keadaan natriuresis, vasorelaksasi, inhibisi renin dan aldosteron serta inhibisi fibrosis. ANP dan BNP mungkin berperan dalam mekanisme penting untuk mempertahankan homeostasis natrium dan air. Akan tetapi tampaknya natriuretic peptide menjadi tumpul peranannya pada gagal jantung, mungkin karena tekanan perfusi ginjal yang rendah, defisiensi relatif atau perubahan bentuk molekuler natriuretic peptide atau penurunan fungsi reseptor natriuretic peptide.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;

Endothelin

[sunting | sunting sumber]

Terdiri dari tiga tipe, yaitu ET-1,ET-2 dan ET-3, ketiganya berpotensi kuat untuk menyebabkan vasokonstriksi. Walaupun endotelin umumnya dikeluarkan oleh sel endotel, namun dapat juga oleh tipe sel lain, contohnya miosit kardiak. ET-1 merupakan bentuk yang paling sering terekspresi di antara famili endotelin lainnya. Dua subtipe reseptor endotelin yang telah ditemukan pada miokard manusia, yaitu tipe A dan B. Reseptor ET(A) menimbulkan vasokonstriksi, proliferasi sel, hipertrofi patologis, fibrosis dan peningkatan kontraktilitas, sedangkan ET(B) berperan dalam menghilangkan efek ET-1, pelepasan NO dan prostasiklin. Pelepasan ET dari sel endotel dapat ditingkatkan oleh beberapa agen vasoaktif (NE, angiotensin II, trombin) dan sitokin (TNF, IL-1,TGF).

Remodeling ventrikel kiri

[sunting | sunting sumber]
  • Neuropeptide Y

Neuropeptide Y merupakan agen vasokonstriktor yang disekresi bersama NE dari akhiran saraf simpatis. Neuropeptid ini memicu vasokontriksi perifer serta menimbulkan efek potensiasi terhadap efek vasokontriksi oleh alfa adrenergik dan angiotensin. Zat ini juga menghambat pelepasan asetilkolin dari sistem saraf simpatis. Pada pasien gagal jantung moderat dan berat terdapat peningkatan kadar neuropeptide Y yang sejalan dengan peningkatan kadar NE.

  • Urotensin II

Pada beberapa pasien gagal jantung ditemukan peningkatan kadar urotensin II. Urotensin menimbulkan vasokonstriksi sehingga menimbulkan anggapan bahwa urotensin II ini mempunyai kontribusi dalam peningkatan resistensi vaskuler.

  • Nitric Oxide

Radikal bebas ini dihasilkan oleh tiga tipe isoform sintase, yaitu NOS1, NOS2 dan NOS3. NOS1 terdapat di jaringan konduksi jantung, neuron intrakardiak dan retikulum sarkoplasma miosit jantung, NOS2 terdapat di miokard yang merespon terhadap sitokin inflamasi, sedangkan yang terakhir terdapat di endotel koroner, endokard serta sarkolema dan membran tubulus T miosit jantung. NOS1 dan NOS3 dapat diaktifkan oleh kalsium dan kalmodulin, sedangkan NOS2 tidak perlu kalsium. NO akan mengaktifkan guanylate cyclase, kemudian akan menghasilkan cGMP. cGMP ini menyebabkan relaksasi otot polos vaskuler sehingga terjadi vasodilatasi. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada gagal jantung, fungsinya menjadi tumpul karena penurunan ekspresi dan aktivitas NOS3.

  • Bradikinin

Penelitian menunjukkan bahwa bradikinin berperan penting dalam pengaturan tonus pembuluh darah. Bradikinin akan berikatan dengan reseptor B1 dan B2. Sebagian besar efek bradikinin diperantarai lewat ikatan dengan reseptor B2. Ikatan dengan reseptor B2 ini akan menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemecahan bradikinin akan dipicu oleh ACE.

  • Adrenomedullin

Kadar adrenomedullin meningkat pada pasien gagal jantung. Adrenomedullin ini dikeluarkan sebagai kompensasi efek vasokonstriksi beberapa hormon. Kadar adrenomedullin yang tinggi menyebabkan penurunan tekanan darah, penurunan tekanan pengisian ventrikel, meningkatkan curah jantung, memperbaiki fungsi ginjal, serta menurunan kadar aldosteron.

  • Apelin

Pada pasien gagal jantung didapatkan penurunan kadar apelin dalam sirkulasi. Apelin mempunyai efek vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Apelin juga mempunyai efek inotropik positif dan menimbulkan diuresis dengan menghambat hormon ADH.

Model neurohormonal yang telah dijelaskan di atas gagal menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek penting pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;

Perubahan biologis pada miosit

[sunting | sunting sumber]
  • Hipertrofi Miosit Jantung

Peningkatan tekanan pada dinding otot jantung akan memicu timbulnya hipertrofi dan penimbunan matriks ekstraseluler. Jenis remodeling ventrikel ini tergantung faktor pemicu. Apabila dipicu oleh peningkatan volume akan terjadi hipertrofi eksentrik, terjadi pemanjangan miosit dengan penambahan sarkomer secara seri sehingga menimbulkan pelebaran ventrikel kiri. Remodeling yang dipicu oleh peningkatan tekanan seperti pada hipertensi akan menimbulkan hipertrofi konsentrik, terjadi penambahan sarkomer secara paralel, peningkatan area cross-sectional miosit dan terjadi penebalan dinding ventrikel kiri.

  • Perubahan Komplek Kontraksi-Eksitasi

Hal ini ditujukan pada proses biologis yang dimulai dari potensial aksi kardiak, diakhiri dengan kontraksi dan relaksasi miosit. Pada gagal jantung, didapatkan potensial aksi yang abnormal diperlambat, sama halnya dengan penurunan dan ketidakmampuan relaksasi. Ca2+ intraseluler pada penderita gagal jantung gagal meningkat selama depolarisasi, yang menggambarkan lambatnya pengangkutan Ca2+ pada aparatus kontraktil (menyebabkan aktivasi yang lambat), diikuti oleh lambatnya penurunan selama repolarisasi (menyebabkan relaksasi yang lambat). Pada penderita gagal jantung didapatkan penurunan SERCA2A (sarcoendoplasmic reticulum Ca2+ yang menyebabkan penurunan fungsi transient Ca2+ dan penyimpanan Ca2+. Beberapa penelitian mendapatkan SERCA2A yang normal pada penderita gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas, mungkin terdapat abnormalitas fungsi molekul lain yang mengatur fungsi SR. Didapatkan juga penurunan kanal kalsium tipe L (L-type calcium channel) yang mengurangi kekuatan dan homogenitas pemasukan Ca2+ dan efeknya pada pelepasan Ca2+ SR. Selain itu didapatkan peningkatan Na+/Ca2+ exchanger, sebagai kompensasi penurunan Ca2+ karena penurunan aktivitas SERCA2A.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;

  • Perubahan Miokard

Perubahan akibat hilangnya miosit secara progresif melalui proses nekrosis, apoptosis atau autofagi, akan menyebabkan disfungsi kardiak yang progresif dan remodeling ventrikel kiri.

  • Nekrosis

Merupakan suatu bentuk kematian sel akibat injury miosit yang parah. Bentuk nekrosis adalah ruptur sel, yang didahului oleh distensi berbagai organel seluler, degradasi DNA nukleus dan pembengkakan sel yang menyebabkan gangguan membran plasma. Ruptur sel membran yang terjadi pada nekrosis melepaskan komponen intraseluler yang akan meningkatkan reaksi inflamasi yaitu terjadi peningkatan sel granulosit, makrofaga serta fibroblas yang mensekresi kolagen di sekitar area injury. Hasil akhir berupa skar fibrotik, yang akan mengubah komponen struktural dan fungsional miokard. Nekrosis miosit jantung dapat disebabkan oleh penyakit jantung iskemik, injuri miokard, zat toksin (seperti daunorubicin), infeksi dan inflamasi. Mekanisme neurohormonal (konsentrasi NE, angiotensin II maupun ET) juga dapat menyebabkan terjadinya proses nekrosis miosit.

  • Apoptosis

Apoptosis atau kematian sel terprogram, merupakan suatu proses yang dapat menghilangkan sel secara selektif dengan cara bunuh diri. Sel dapat melakukan apoptosis karena sudah terprogram dalam kode genetiknya. Walaupun demikian, keadaan patologis seperti iskemi akut maupun kardiomiopati dilatasi dapat memicu apoptosis secara tidak tepat. Apoptosis membutuhkan energi dan aktivasi biokimia spesifik sebagai pemicu kematian sel melalui pola intrinsik maupun ekstrinsik yang akan mengaktivasi protein kaspase. Apoptosis miosit jantung dapat terjadi karena aksi katekolamin pada reseptor beta1 adrenergik, angiotensin II, spesi oksigen reaktif, NO, sitokina inflamasi; semua hal tersebut dapat memicu kematian sel terprogram.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;

  • Autofagi

Merupakan proses seluler homeostatik adalah organel atau protein tertentu diisolasi oleh vesikel membran ganda, isi vesikel akan didegradasi oleh lisosom. Jika proses autofagi terjadi pada seluruh sel, dinamakan kematian sel karena autofagi. Beberapa studi menyebutkan terjadinya proses autofagi pada penderita gagal jantung.Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;

Perubahan struktur ventrikel kiri

[sunting | sunting sumber]

Perubahan struktur ini akan memperburuk keadaan penderita gagal jantung. Perubahan ini tidak hanya membuat jantung lebih besar akan tetapi juga mengubah bentuk jantung menjadi lebih sferis, akibatnya ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, hasil akhirnya terjadi peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output maupun peningkatan hemodynamic overloading.

Referensi

[sunting | sunting sumber]