,

Kebahagiaan Quotes

Quotes tagged as "kebahagiaan" Showing 1-30 of 75
Seno Gumira Ajidarma
“Betapa tidak akan menguji ketabahan, jika sesuatu yang sudah seolah-olah seperti cinta masih juga tidak memberi jaminan kebahagiaan?”
Seno Gumira Ajidarma, Linguae

Goenawan Mohamad
“Memang tak enak untuk mengingat-ingat bahwa kebahagiaan sering perlu uang yang terkadang amis dan tenaga kasar yang keringatnya berbau aneh. Kebahagiaan sering perlu sejumlah tetangga, yang tak jarang lebih miskin.”
Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 3

Titon Rahmawan
“Apakah kebahagiaan? Di manakah dapat aku temukan kebahagiaan? dan sejauh pencarianku atas makna kebahagiaan itu, aku hanya dapat merumuskannya dalam tiga laku manusia: Ingat, Ikhtiar, Ikhlas.”
Titon Rahmawan, Turquoise

Dian Nafi
“Bukan untuk siapa–siapa kupikir. Mungkin aku melakukannya untuk diriku sendiri pada akhirnya. Karena aku menikmatinya, menikmati melayani dan melihat senyum kebahagiaan orang – orang di sekitarku.”
Dian Nafi, Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku

Titon Rahmawan
“Tapi kadang dia bisa juga lembut, "Kalau kamu memberi sesuatu yang tidak ternilai. Percayalah, kembalinya kepadamu juga bakal tidak ternilai. Ketika kamu memberi dan kamu tidak memikirkannya. Kamu melakukannya begitu saja sebagai dorongan niat yang tulus. Bukankah itu juga memberimu kebahagiaan? Sesederhana itu. Apa yang kamu beri, bakal kamu terima kembali. Saat kamu terpanggil, kamu memberi prioritas. Kamu tahu, apa artinya itu buat kami, Honey.”
Titon Rahmawan

Dian Nafi
“Sehingga aku kadang melupakan kebahagiaanku sendiri. Sama seperti berbelas tahun lalu saat aku mengorbankan diriku sendiri demi membuat bapak ibu kandungku senang dan ridlo.”
Dian Nafi, Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku

Helvy Tiana Rosa
“Kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa ikut menyukseskan orang lain.”
Helvy Tiana Rosa

John Steinbeck
“Benar. Kita tak pernah lagi menjumpai kebahagiaan yang setara dengan kebahagiaan masa kanak-kanak kita." Pablo mengangguk sedih.”
John Steinbeck, Tortilla Flat

Dian Nafi
“Mengapa setelah semua pengorbananku, aku harus menerima pengkhianatan ini?”
Dian Nafi, Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku

Titon Rahmawan
“Bagiku, kebahagiaan itu adalah:

rintik hujan yang jatuh pelan-pelan
di atas sawah bapakku yang kekeringan.”
Titon Rahmawan

Fram Han
“Aku ingin pulang menuju ketenangan. Aku ingin pulang menuju rumah kebahagiaan. Ketika bersua dengan Tuhan.”
Fram Han, Jejak Memori

“Sekar mengangkat kepalanya dan lalu berucap, "Kau tahu Bi... aku tak ingin terjebak rindu, kalau itu hanya akan jadi melankolia. Bagiku rindu, cinta dan kebahagiaan bukanlah sekedar perasaan. Ia tak semestinya berada di luar nalar dan kesadaran. Kita tak seharusnya menggantungkan harapan pada rasa iba atau belas kasih orang lain."

Sekilas ia tersenyum samar sebelum kemudian melanjutkan kata katanya, "Aku tak ingin disergap oleh rasa sedih yang percuma dan sia sia atau kemurungan yang tak aku mengerti. Aku tak ingin didikte oleh rasa ketidakberdayaan dan
keputusasaan, hanya karena kelemahan hatiku sendiri.”
Titon Rahmawan - Kisah Tentang Kawanan Anjing

Titon Rahmawan
“Sesungguhnya, ada 4 jenis kebahagiaan yang tak semua orang sanggup meraihnya;

Yang pertama adalah jenis kebahagiaan,
ketika seseorang mampu memberi dan tidak setitik pun mengharapkan pahala.

Kebahagiaan kedua adalah, ketika seseorang mampu memberi lebih banyak dan dia melakukannya semata mata sebagai wujud rasa syukur atas apa yang telah ia terima.

Kebahagiaan berikutnya adalah, ketika seseorang mampu memberi semua apa yang sanggup ia berikan tanpa pernah merasa rugi atau kehilangan.

Dan kebahagiaan yang terakhir dan tertinggi adalah, ketika seseorang mampu memberi pada saat ia sendiri berkekurangan.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kebahagiaan sebuah pemberian yang tulus dan derma yang ikhlas, itu setara dengan surga.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan milik mereka yang menjalankan hidupnya dengan penuh kesyukuran. Kebahagiaan bagi mereka yang tahu makna sesungguhnya dari rasa bersyukur.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Barangkali memang ada konsekuensi buruk dari sebuah kesuksesan, yaitu ketika kita tidak bisa meminta orang lain untuk ikut berbahagia atau setidaknya menikmati hasil dari kesuksesan itu. Diakui atau tidak, akan selalu ada orang yang mencemburui keberhasilanmu.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Salah satu hal penting yang mesti kita ajarkan ke anak anak kita adalah; bagaimana caranya agar mereka menjadikan kebahagiaan itu sebagai sebuah kebiasaan?”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Tak ada pasangan suami istri yang sempurna. Yang ada adalah, sepasang manusia yang tak henti belajar mencintai, menghargai, menyayangi dan mengasihi sebagai wujud kerelaan dan keikhlasan untuk saling berkorban bagi kebahagiaan pasangannya.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Bahagia bagiku adalah sesuatu yang istimewa, yang tak bisa kunikmati setiap hari. Seperti menghadiri resepsi acara pernikahan di desa;

Bahagia saat menikmati lagu dangdut yang diputar lewat pengeras suara sambil menunggu hidangan 'piring terbang' disajikan.

Bahagia bisa menerka-nerka, kira-kira makanan apa yang bakalan kami santap bersama para tamu undangan lainnya.

Apakah sajian pembuka berupa sup penganten yang selalu dirindukan dalam momen perhelatan serupa itu?

Dilanjut makanan kecil seperti jadah, wajik, lemper dan kue bolu. Yang kemudian disusul hidangan utama berupa sego pupuk dengan kerupuk, tempe orek, acar, sambal goreng kentang, ditambah sepotong daging terik dan pindang telur ayam separuh.

Lalu disusul sajian penyegar berupa es puter rasa kelapa muda yang jadi favorit anak anak hingga tamu dewasa. Dan baru kemudian ditutup dengan sajian terakhir bubur sumsum yang diberi saus gula jawa.

Itulah kebahagiaan sempurna yang sesungguhnya. Yang mengiringi setiap resepsi pernikahan sederhana namun berkesan.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Akankah cinta
memberimu kebahagiaan

seberapa pun besar pengorbananmu untuk mendapatkannya?”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kalau ada yang lebih besar dari kebahagiaanku, maka itu adalah rasa cintaku padamu.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Cinta di Pagi Hari

Pagi tiba dan kita melipat selimut sebagai kenangan pada malam yang telah menaungi kita dengan hening dan kelembutan kasih sayang.

Basah embun bergulir di atas dedaunan mengajak kita kembali memulai hari dengan sepiring ubi dan secangkir kopi.

Terpikirkah olehmu bila embun adalah bukti cinta pertama malam kepada pagi?

Saat matahari merekah kita menemu lagi jejak-jejak langkah yang baru dari pikiran dan perasaan.

Bukan untuk menyimpan sisa gundah atau perih yang tertahan semalaman, melainkan kebahagiaan yang hanya mungkin kita mulai dengan lebih mencintai diri sendiri.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Peristiwa - Peristiwa yang Aku Alami Sendiri Hari ini Tanpa Kehadiranmu

Aku menyelami pagi seperti menelusuri rutinitas sehari-hari yang menyakitkan seluruh panca inderaku.

Sudah beberapa saat lamanya sejak aku tak lagi dapat melihat realitas, tak bisa mendengar kebenaran dan tak mampu berbicara fakta.

Segala hal berubah toksik dan menakutkan. Aku terpaksa harus mengenakan kacamata dan masker kemana-mana.

Aku memaknai siang seperti menjalani momen yang sama berulang-ulang. Tak ada kutemukan kegembiraan atau keceriaan di situ. Seperti dipaksa minum jamu yang pahit rasanya dan membuat kerongkonganku terbakar.

Sudah sebulan ini aku mencerna sore hari tak lebih menyenangkan dari membaca koran pagi, menyeruput segelas kopi dan lalu berdiam diri seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Aku menakrifkan malam seperti mengeja kata-kata yang berloncatan dari balik kaca jendela yang terbuka menghadap ke langit yang gelap gulita. Kata-kata berguguran menjelma nir makna, bermula dari kekosongan berjalan beriringan menuju kehampaan.

Demikianlah, tak aku temukan jejakmu dari semua liputan berita di televisi, tayangan drama sinetron, panorama senja yang berlarian dari laju kendaraan yang bersicepat di jalan atau dari kabar-kabar hoax yang bertebaran di mana-mana.

Namamu tak aku dapati di antara butiran partikel yang berterbangan di udara, di dalam hembusan asap rokok atau dalam lembaran pamflet yang
tertempel di dinding-dinding kota.

Sudah lama sekali aku tidak pernah lagi merasakan getaran hatimu sebagai kerinduan yang ditawarkan kegelapan yang terbaring mati di luar sana.

Entah mengapa aku merasa, ada semacam ironi dari rintik hujan yang baru saja turun sebagai isyarat yang selalu gagal kutangkap maknanya saat aku sedang sendirian memikirkan keberadaanmu.

Bukankah kita sudah tidak pernah menangis lagi seperti dulu? Sebagaimana kita tak pernah bertengkar lagi setelah masing-masing merasa kehilangan perasaan yang dulu pernah sama-sama kita percayai.

Malam ini adalah malam terakhir aku memutuskan untuk menunggu kepulanganmu. Aku melihat troli-troli berjalan sendiri di pusat perbelanjaan bersama sarat beban kemarahan yang mesti ditanggungnya.

Seperti ingatan yang tak mampu melupakan beberapa petikan kalimat yang dulu pernah kamu pertanyakan;

1. Menunggu kedatangan kereta adalah sebuah pekerjaan yang membosankan, tapi mengapa tetap saja engkau lakukan?

2. Waktu adalah hal yang paling artifisial di era digital ini. Apa yang mesti kita bantah dari pernyataan serupa itu?

3. Benarkah cinta sudah menjadi komoditi yang sangat murah, tak ubahnya barang kodian yang banyak dijajakan di pinggir jalan?

4. Apakah ada puisi yang sengaja ditulis melulu hanya untuk mempertanyakan eksistensinya sendiri?

5. Kebahagiaan, apa itu kebahagiaan? Entahlah!

Marilah kita sama-sama rehat sejenak dan melupakan semua masalah yang hanya menghadirkan kesedihan ini.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Ketika kamu mencintai seseorang, maka bebaskanlah. Jangan belenggu orang-orang yang kamu cintai dengan apa yang menjadi kehendakmu. Bila engkau ingin melihat mereka bahagia, maka biarkan mereka melakukan apa yang mereka mau. Sebab kita tidak bisa mengikat hati dan pikiran orang lain. Sebagaimana seekor burung, hanya kebebasan dan kemerdekaanlah yang akan membuat orang berbahagia.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kebebasan yang diberikan atas nama cinta memberi manusia pilihan sesuai dengan kesadaran dirinya. Komitmen lahir bukan karena keterpaksaan, melainkan karena panggilan hati. Saat ia datang, ia akan mengikatkan diri dengan sepenuh kerelaan dan ia akan menjadi milik kita selama-lamanya.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Dalam sebuah pernikahan, sebelum kamu benar-benar bisa mempercayai pasangan hidupmu seutuhnya, maka selama itu pulalah kamu akan senantiasa diliputi oleh rasa curiga, kecemburuan dan keragu-raguan. Kalian tidak akan sungguh-sungguh merasakan makna kebahagiaan dalam hidup berumah tangga.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kebanyakan dari kita selalu menginginkan untuk menjadi sosok yang berbeda; sosok yang lebih hebat, lebih cantik, lebih kaya, lebih pintar dan seterusnya.. Itulah yang membuat kita mencemburui kelebihan-kelebihan orang lain yang tidak kita miliki. Dan hal itu pulalah yang menyebabkan mengapa kita tak pernah merasa puas dan tak merasakan kebahagiaan.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kebahagiaan tak terlihat dan tak terasakan, manakala kita tidak tahu makna dari rasa syukur dan terimakasih.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Kebahagiaan itu bukanlah tentang mendapatkan apa yang kita inginkan dari semesta, melainkan tentang bagaimana kita bisa menerima dengan penuh rasa syukur atas apa yang alam semesta telah berikan bagi hidup kita.”
Titon Rahmawan

Titon Rahmawan
“Seperti halaman pembuka buku yang berulang kali kita baca, apakah bagimu hidup sungguh-sungguh berasa hampa? Seperti langkah yang tak memiliki jejak kaki, seberapa centang-perenang dunia yang kita tinggali?

Meskipun ada banyak hal yang jauh lebih penting dari tragedi Yunani. Sudah beberapa waktu orang tak lagi mengenal Dionisos. Kita tak selalu larut dalam pesta anggur kegilaan, ritual pemujaan jiwa atau tenggelam dalam percakapan filosofis antara hidup dan mati.

Persahabatan kita adalah timbunan lumpur sepanjang pematang sawah, yuyu gembur yang merayap di selokan, merah hitam biji saga, permainan bola di tengah derasnya hujan atau aliran sungai keruh tempat di mana kita berenang sambil bersenang-senang.

Namun setelah persimpangan jalan itu, kita tak lagi melihat dunia dari mata Hamlet atau Macbeth. Nyatanya, itu adalah suratan nasib yang menyatukan dan sekaligus memisahkan jarak di antara kita berdua.

Kita telah mengarungi perjalanan waktu dalam sebuah rangkaian cerita dan sekumpulan nama-nama; Dari Agatha Cristhie hingga O. Henry, dari Shakespeare hingga Hemingway, dari Tolstoy hingga Dostoevsky, dari Kawabata hingga Murakami, dari Sartre hingga Derrida.

Waktu meluber dalam kemabukan kata-kata. Engkau yang tak henti membuatku merenung, sementara aku cuma bisa memaksamu tertawa. Begitulah kita lewatkan hari-hari demi membunuh sepi. Sampai kemudian, seperti sepasang kekasih - ajal memisahkan.

Kalaupun sungguh, hidup adalah sebuah tragedi. Aku tak tahu mengapa engkau mesti mengakhiri hidupmu dengan cara seperti ini? Kelabu asap knalpot itu berasa menyesakkan dada. Cekikan tangan kematian yang akan terus menghantui pikiranku bertahun-tahun lamanya.

Kepastian takdir yang mempertemukan. Takdir pula yang menceraikan. Adakah engkau lebih mencintai maut daripada kehidupan? Adakah engkau telah menemukan kebahagiaan yang engkau cari?”
Titon Rahmawan

« previous 1 3